Andi Azis (kiri) didampingi penasihat hukumnya (kanan). (FOTO: SUHARDIMAN/BKK)
KENDARI, BKK- Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sulawesi Tenggara (Sultra) Ir Andi Azis, Senin (10/1), memenuhi panggilan penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra sebagai tersangka kasus tambang PT Toshida Indonesia.
Sesuai undangan penyidik, Andi Azis didampingi penasihat hukumnya datang sekitar pukul 09.00 Wita.
“Ini pemeriksaan pertama sebagai tersangka tentang izin pertambangan PT Toshida,” terang Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Sultra Dody, usai pemeriksaan.
Ia juga menegaskan, penyidik memutuskan untuk tidak melakukan penahanan terhadap tersangka.
Alasannya, kata dia, masih akan ada pemeriksaan lanjutan yang dijadwalkan pada pekan depan.
Pantauan wartawan koran ini, setelah menjalani pemeriksaan sekitar 7 jam 30 menit, Andi Azis didampingi 2 penasihat kuasa hukumnya keluar dari Kejati Sultra.
Iriyanto Andi Baso, penasihat hukum tersangka menuturkan, kliennya berdasarkan undangan memenuhi panggilan Kejati Sultra.
“Kita mengikuti proses hukumnya. Tidak (melakukan praperadilan). Semua kita serahkan ke pihak Kejati, seperti apa proses selanjutnya, karena ini pemeriksaan awal,” ujar Iriyanto ditemui di depan Kantor Kejati Sultra.
“Semua 80 pertanyaan yang ditanyakan penyidik telah dijawab oleh klien saya, ” ujar Iriyanto sambil berlalu meninggalkan awak media.
Ikut Terima “Amplop”
Diberitakan, Kejati Sultra menetapkan Kadis ESDM Sultra Andi Azis sebagai tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi penyalahgunaan kawasan hutan dan persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) PT Toshida Indonesia.
Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Setyawan Nur Chaliq pada Desember 2021 lalu menuturkan, penetapan tersangka baru ini berdasarkan 2 alat bukti yang cukup melalui mekanisme laporan perkembangan penyidikan sampai pada ekspose perkara.
“Tersangka baru ini, perannya hampir sama terdakwa lain (Buhardiman cs) berkaitan dengan persetujuan RKAB PT Toshida tahun 2019 hingga 2021. Di mana, selaku Kadis ESDM yang bersangkutan menyetujui RKAB PT Toshida Indonesia dan meski IPPKH telah dicabut namun tetap dikeluarkan,” papar Setyawan, Senin (6/12/2021).
“Diduga dalam mengeluarkan RKAB, di situ menerima sesuatu. Sama dengan yang terdakwa yang disidangkan (Buhardiman, red) menerima sejumlah uang. Nominal yang diterima keduanya hampir sama,” tambahnya.
5 Tersangka
Dalam kasus ini, total telah ada 5 orang tersangka yang ditetapkan oleh penyidik Kejati Sultra.
Tersangka yakni mantan Plt Kadis ESDM Sultra Buhardiman, Kepala Bidang Mineral dan Batubara (Minerba) Yusmin.
Sementara dua tersangka lain adalah Direktur PT Toshida Indonesia La Ode Sinarwan Oda dan General Manager PT Toshida Indonesia Umar.
Tiga tersangka Buhardiman, Yusmin, dan Umar statusnya kini sebagai terdakwa, masih menjalani proses sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kendari.
Sedangkan, La Ode Sinarwan Oda statusnya sebagai daftar pencarian orang (DPO), masih dalam pengejaran tim penyidik Kejati Sultra.
PT Toshida Indonesia, tambang yang beroperasi di Kabupaten Kolaka memperoleh IUP tahun 2007. Kemudian diberi izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) oleh Menteri Kehutanan pada 2009.
Sampai 2019, perusahaan ini tidak pernah membayar PNBP (penerimaan negara bukan pajak), sehingga IPPKH-nya dicabut pada 2020.
Setelah IPPKH dicabut, PT Toshida rupanya masih melakukan penjualan dan pengapalan sebanyak 4 kali. Dan anehnya, RKAB (rencana kerja anggaran biaya) mereka masih disetujui Dinas ESDM Sultra.
Berdasarkan hasil perhitungan kerugian negara telah dikeluarkan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sultra kerugian negara yang ditimbulkan dari kasus ini sebesar Rp495 miliar.
Kerugian negara Rp495 miliar lebih itu berasal dari PNBP penggunaan kawasan hutan yang tidak dibayar dan setelah pencabutan IPPKH empat kali penjualan pada 2019-2021. (cr2/iis)