KENDARI, BKK- Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kolaka Utara (Kolut) Jumadil ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan kecurangan seleksi calon aparatur sipil negara (CASN) 2021.
Selain Jumadil, penyidik Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tenggara (Sultra) juga menetapkan 2 orang lain sebagai tersangka dalam sindikat tersebut. Adalah seorang staf BKPSDM Kolut, Adli Nirwan dan Arfan Asmiruddin.
Mereka kini mendekam di balik jeruji besi Rumah Tahanan (Rutan) Polda Sultra.
Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Sultra Komisaris Besar Polisi (Kombespol) Heri Tri Maryadi mengurai, sindikat kecurangan CASN terjadi secara berkaitan di wilayah Sultra, Sulawesi Selatan (Sulsel), Sulawesi Barat (Sulbar), Sulawesi Tengah (Sulteng) dan Provinsi Lampung.
Hal ini terungkap melalui penyelidikan Satuan Tugas (Satgas) Anti Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) Seleksi Calon Aparatur Sipil Negara (CASN).
Para sindikat, beber Heri, menggunakan ilegal akses melalui aplikasi Zoho Assist atau romet komputer. dengan begitu, komputer dapat dikendalikan dari jarak jauh.
Masing-masing tersangka memiliki peran berbeda. Kepala BPKSDM Kolut Jumadil berperan sebagai orang yang menfasilitasi kegiatan perekrutan peserta yang mau diajak kerja sama.
Arfan Asmirudin berperan sebagai orang yang memasukan aplikasi dan cip ke masing-masing komputer peserta yang telah diajak kerja sama.
Sementara, Adli Nirwan berperan mengatur peserta agar duduk persis di komputer yang telah dimasukan cip.
Adapun, Ivon Firman Pasandre selaku penyedia aplikasi, kini ditahan di Polda Sulteng. Ivon merupakan warga Sulteng.
“Dengan adanya remot kompuetr tersebut maka peserta yang ikut dalam ilegal akses ini hanya duduk diam di depan komputer yang sudah dipasangi cip sebelumnya, hanya seolah-olah mengejakan soal, tapi tapi ternyata soal itu dikerjakan para sindikat ini,” terang Heri, Senin (25/4).
#Setiap Peserta yang Dinyatakan Lulus Wajib Membayar Rp150
Heri mengungkapkan modus kecurangan yang dilakukan oleh para tersangka yakni mencari keuntungan yang diawali dengan komunikasih dan niat.
Hasilnya, dari ratusan peserta yang ikut tes di Wilayah Kolut, hanya 9 orang tergoda untuk menggunakan akses ilegal tesebut. Terdiri dari 6 perempuan dan 3 laki-laki.
Dari 9 orang peserta tersebut, 6 peserta wanita dinyatakan lulus. Sementara, 3 peserta lain laki-laki tidak lulus.
“3 orang kenapa tidak lolos ini karena pada saat tes datang terlambat. Sehingga tempat yang sudah ditentukan (komputer terpasang aplikasi) telah diduduki peserta lain. Setiap peserta yang menggunakan akses ilegal ini dikenakan tarif Rp150 juta,” beber Heri.
Meski begitu, sambung Heri, para sindikat hingga kini belum mendapat bayaran dari para peserta.
Heri mengatakan, sesuai arahan dari Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB), peserta yang lulus menggunakan ilegal akses ini akan didiskualifikasih. Bahkan tidak akan lagi diperbolehkan mengikuti tes seumur hidup.
“Untuk sementara hasil identifikasih Bareskrim hanya di Kolut. Untuk daerah lain di Sultra masih pengembangan. Daerah lain masih kita cek karena jejak digital itu masih ada,” tegasnya.
Dari pengungkapan tersebut, polisi menyita barang bukti 3 unit leptop, simcard ponsel, 11 akun email serta 10 handphone (hp).
Lebih lanjut, Heri mengatakan, para tersangka dijerat Pasal 46 junto Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dengan ancaman pidana 6 tahun penjara serta denda Rp1 miliar. (cr2/man)