KENDARI, BKK – Penjabat (Pj) bupati/wali kota yang ditetapkan oleh menteri dalam negeri (mendagri) adalah aparatur sipil negara (ASN) yang menduduki jabatan struktural selevel eselon II. Hal ini diatur dalam Undang Undang nomor 23 tahun 2014.
Dengan demikian, seorang Pj bupati/wali kota haruslah mengemban dua tugas sekaligus. Sehingga, tugas dan tanggung jawabnya tentu tidaklah mudah.
Hal ini pun menarik perhatian, Ir Hugua, Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) asal Sulawesi Tenggara (Sultra). Olehnya, ia mengaku akan meminta gubernur dan mendagri agar tidak memberikan tugas kedinasan yang berat terhadap Pj.
“Kasilah jabatan yang lebih tidak terlalu tergantung dan tidak menciptakan interpendensi yang terlalu kencang berkaitan dengan ranah publik, karena ini (tugas Pj) akan dievaluasi tiap tiga bulan,” terang Hugua, saat ditemui di Kendari, Selasa (25/10).
Politisi PDIP ini mengaku sangat setuju bila Pj yang diangkat mendagri, bukan dari pejabat teknis yang membuat ketergantungan banyak pihak.
“Contoh yang menandatangani proyek-proyek misalnya, kalau terlambat tiga hari itu dampaknya besar sementara Pj ini kerjanya harus bolak balik,” ujarnya.
Seorang Pj, lanjutnya, memang diharuskan pintar membagi waktu. Namun tugas kedinasannya di luar Pj sebaiknya yang lebih ringan saja dan bisa diwakilkan kepada bahawannya.
“Dalam sistimnya, pertama Pj harus pintar membagi waktu. Yang kedua kan ada namanya PLH (pelaksana tugas harian) pengganti hari-hari, kewenangan diberikan dengan catatan-catatan. Nah PLH biasa mingguan,” jelasnya.
Ditambahkan, terkait evaluasi Pj bupati/wali kota, Komisi II DPR RI juga sudah meminta kepada mendagri agar tidak diserahkan kepada DPRD. Evaluasi angsung dikontrol oleh mendagri dan mitranya Komisi II DPR RI.
“Artinya, kalau kita (komisi II) melakukan pengawasan kepada gubernur dan bupati maka juga bisa dilakukan ke Pj,” pungkasnya. (cr3/ada)