2022, Sultra Berhasil Melabelkan 27 Warisan Budaya Tak Benda

  • Bagikan

KENDARI, BKK – Sepanjang 2022, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Tenggara (Sultra) berhasil memberikan label kepada 27 warisan budaya tak benda (WBTB) secaran nasional. Hal itu sebagai upaya melestarikan kebudayaan lokal yang ada di Bumi Anoa ini.


Penjabat (Pj) Sekretaris Provinsi (Sekprov) Sultra Asrun Lio, Senin (12/12), mengatakan usulan pelabelan tersebut dilakukan setiap tahunnya. Sekaligus, sebagai wujud perhatian pemprov terhadap seluruh WBTB yang ada di Sultra.


“Alhamdulillah, penghujung tahun 2022 bertambah lagi sebanyak tiga WBTB kita, yakni Tarian Lumense, Tradisi Kabuenga, dan Tari Mondotambe sehingga total keseluruhan pada Tahun 2022 ini mencapai 27 WBTB,” terang Asrun kepada Berita Kota Kendari.


Dijelaskan, upaya pemberian label tersebut dilakukan melalui pengusulan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Sultra kepada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Republik Indonesia.


“Layaknya pengusulan WBTB pada tahun-tahun sebelumnya, upaya ini tetap melalui sejumlah proses cukup penting dan ketat, hingga akhirnya Pemprov Sultra berhasil menerima sertifikat pelabelan,” jelasnya.


Kepala Dinas Dikbud Sultra ini juga menyatakan, pengusulan pelabelan WBTB akan terus dilakukan dalam rangka melestarikan warisan budaya yang ada di Sultra dan menjadikan milik Bangsa Indonesia, agar tidak mudah diklaim bangsa lain.


“Secara bertahap semua WBTB yang ada di daerah ini akan diusulkan menjadi WBTB nasional ke Kemendikbudristek RI. Sebagai bidang yang menangani masalah kebudayaan, tentu ini menjadi tanggung jawab dan komitmen kita bersama untuk terus melakukan inventaris terhadap kebudayaan di Provinsi Sultra, yang kemudian dilakukan pengusulan terkait kepemilikan maupun pengakuan dari pemerintah pusat, tentunya melalui syarat yang berlaku,” ujarnya.


Asrun menyebutkan, 27 WBTB yang berhasil dilabeli tahun ini yakni Tari Raigo, Kalosara, Kabanti, Lariangi, Kaghati, Mosehe, Lulo, Karia, Tari Linda, Kantola, Istana Maligebuton, Kaago-ago, Kamohu, Banua Tada, Dole-dole, Ewa Wuna, Kabanti Kaluku Panda, Tanduale, Kamooru Wuna/ Tenun Muna, Lulo Ngganda, Pakande-kandea, Tari Balumpa, Tenun Konawe, Tandaki, Tarian Lumense, Tradisi Kabuenga, dan Tari Mondotambe.


Banyaknya pelabelan WBTB dari tahun ke tahun, ungkapnya, menandakan Sultra selain kaya hasil alam salah satunya dari segi pertambangan, juga kaya akan seni dan kebudayaan. Sehingga, hal ini menjadi agenda penting bagi Dikbud Sultra untuk terus mempertahankan bahkan mengajak semua komponen, agar bersama-sama mengembangkan WBTB yang ada di daerah ini.


“Sebagai pemerintah, terus mendorong semua pihak terkait di Sultra untuk terus bersama-sama menginventarisasi dan mengusulkan WBTB yang ada di Sultra ke pusat, untuk menjadi warisan kepada generasi penerus dan mendapatkan pengakuan dari Bangsa Indonesia bahkan hingga masyarakat dunia,” ungkapnya. (cr3/ada)

  • Bagikan