KENDARI, BKK – Berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, angka stunting di Sulawesi Tenggara (Sultra) masih masuk sembilan besar tertinggi tingkat nasional seperti halnya 2021 lalu. Hal ini diakui Wakil Gubernur (Wagub) Sultra Lukman Abunawas.
Diketahui, stunting adalah kondisi di mana anak mengalami gangguan pertumbuhan, sehingga tinggi badan anak tidak sesuai dengan rata-rata anak seusianya. Kondisi ini terjadi akibat masalah gizi kronis atau kekurangan asupan gizi dalam waktu yang lama.
Menurut Lukman, untuk menurunkan angka stunting di Sultra pemerintah daerah (pemda) masih harus bekerja keras. Namun, itu bukan hanya menjadi tanggung jawab provinsi tetapi juga pemda di 17 kabupaten/kota.
“Kita semua masih harus bekerja keras lagi dengan mengutamakan koordinasi, sinergitas, dan kolaborasi,” katanya, Rabu (15/2).
Dikatakan, kompleksnya masalah stunting memerlukan penanganan yang dilakukan secara terkoordinir dan terpadu kepada sasaran prioritas dengan melibatkan seluruh stakeholder terkait.
“Dalam pelaksanaannya, upaya konvergensi percepatan pencegahan stunting dilakukan mulai dari tahap perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi,” ujarnya.
Dijelaskan, ada delapan tahapan aksi konvergensi percepatan pencegahan stunting yaitu:
- Melakukan identifikasi sebaran stunting, ketersediaan program, dan kendala dalam pelaksanaan integrasi intervensi gizi.
- Kedua menyusun rencana kegiatan untuk meningkatkan pelaksanaan integrasi intervensi gizi. 3. Aksi ketiga menyelenggarakan rembuk stunting tingkat kabupaten/kota.
- Memberikan kepastian hukum bagi desa untuk menjalankan peran dan kewenangan desa dalam intervensi gizi terintegrasi.
- Memastikan tersedianya dan berfungsinya kader yang membantu pemerintah desa dalam pelaksanaan intervensi gizi terintegrasi di tingkat desa.
- Meningkatkan sistem pengelolaan data stunting dan mencakup intervensi di tingkat kabupaten/kota.
- Melakukan pengukuran pertumbuhan dan perkembangan anak balita dan publikasi angka stunting kabupaten/kota.
- Melakukan review kinerja pelaksanaan program dan kegiatan terkait penurunan stunting selama satu tahun terakhir.
Lukman berharap, data stunting dijadikan satu data yang lengkap dan jelas dengan sumber yang dapat dipercaya siapa orangnya dan di mana alamatnya.
“Untuk mendapatkan data balita stunting dapat diambil data e-PPGBM dari dinas kesehatan atau data lain yang mendukung. Harapannya data ini dapat digunakan oleh instansi lain yang memang sangat berkeinginan untuk berkontribusi aktif dalam percepatan penurunan stunting,” tandasnya.
Sementara itu, berdasarkan hasil SSGI 2021, angka stunting di Sultra di 2022 sebesar 27,7%. Kemudian, terdapat tiga daerah di Sultra dengan angka stunting tertinggi yakni Kabupaten Buton Tengah (Buteng) 41,6%, Bombana 35,3%, dan Buton Selatan (Busel) 32,6%. (r4/ada)