KENDARI, BKK – Persoalan penegakan hukum di laut, kini masih menjadi pekerjaan rumah (PR) bersama. Sebab, masih terjadi tumpang tindih dan belum terbentuknya sea and coast guard (penjagaan laut dan pantai) satu pintu.
Hal ini dikatakan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Indonesian National Shipowners’ Association (INSA), Carmelita Hartoto, saat menghadiri seminar nasional maritim yang diadakan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) INSA Kendari, Senin (6/3), di Hotel Claro Kendari.
Menurut Carmelita, saat ini banyak instansi yang berwenang untuk melakukan pemberhentian dan pemeriksaan kapal di tengah laut. Padahal, hal itu mestinya menjadi tugas penjaga laut dan pantai sebagaimana diatur dalam Undang-Undang nomor 17 tahun 2008 tentang pelayaran.
“Karenanya, pembentukan penjaga laut dan pantai merupakan hal yang mesti segera dicarikan jalan keluarnya sehingga tercapai keselamatan dan keamanan pelayaran. Lebih dari itu, pembentukan sea and coast guard sekaligus untuk menjamin kelancaran kegiatan logistik nasional yang merupakan tanggung jawab pemerintah, dan menghindari terjadinya biaya tinggi di pelayaran karena pemberhentikan kapal di tengah laut,” katanya.
Diungkapkan, peran penegakan hukum di laut menjadi sangat penting untuk menjaga kelancaran logistik. Jangan sampai kegiatan logistik nasional justru menjadi terhambat karena ulah segelintir oknum.
“Apalagi pemerintah juga menargetkan untuk menekan biaya logistik nasional menjadi 17 persen dari PDB dengan penerapan ekosistem logistic nasional (NLE). Sehingga pembenahan pada penegakan hukum di laut menjadi syarat mutlak untuk mengejar target tersebut,” ungkapnya.
Berbicara mengenai pelanggaran hukum keselamatan dan keamanan, lanjutnya, bukan hanya dari luar kapal, tapi bisa juga terjadi dari dalam kapal yang dilakukan oleh oknum crew kapal seperti penyeludupan atau pelanggaran hukum lainnya.
“Kami sepenuhnya menyadari hal tersebut. Namun untuk menindak kejahatan seperti ini, cukup oknum dan objek kejahatannya yang ditahan, sedangkan kapal tetap bisa meneruskan kegiatan pelayarannya,” ujarnya.
“Kami berharap melalui Seminar nasional ini, dapat diperoleh ide, gagasan, saran, masukan untuk sektor maritim kita. Tentu saja kita semua berkeinginan agar setelah seminar ini ada sejumlah terobosan dan langkah tindak lanjut yang dapat kita lakukan,” tutupnya.
Di tempat sama, Anggota Komisi V DPR RI Ridwan Bae yang menjadi narasumber dalam seminar nasional itu mengaku mendukung upaya INSA mendorong penegakan hukum di laut satu pintu. Mengingat, saat ini banyak instansi yang memiliki kewenangan di wilayah laut.
“Sepakat menegakkan hukum di laut satu pintu, terlalu banyak pintu ada Bakamla, Polairut, perhubungan laut, ada TNI. Semua ada di situ, banyak sekali. Ini kan banyak kebocoran jadinya, dalam artian mereka terganggu dalam aktivitas perniagaan karena saat ketemu angkatan laut misalnya, ketemu lagi polisi, periksa lagi ketemu lagi KSOP dan lembaga-lembaga yang lainnya lagi, itu kan diperiksa lagi. Jadi konsep satu pintu adalah usulan yang sangat menarik, Idealnya hukum laut itu melekat di terbaiknya di perhubungan laut,” terangnya.
Menurutnya, bisa saja melakukan penegakkan hukum namun diwadahi dalam suatu tim yang terdiri dari TNI, Bakamla, Pehubungan maupun dari Kepolisian.
“Melibatkan TNI tapi satu tim, melibatkan Polairut satu tim. Kalau sudah diperiksa di sini jangan periksa lagi di sana atau orang lain. Jadinya kebocoran banyak dan itu merugikan para peniaga-peniaga kita,” pungkas Ridwan. (din/ada)