Kasus Suap Pemberian Izin PT Midi Utama Indonesia
KENDARI, BKK – Hari ini, Senin (27/3), mantan Wali Kota Kendari Sulkarnain Kadir dijadwalkan kembali diperiksa pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra). Ia menjalani pemeriksaan kedua terkait kasus korupsi permintaan dan penerimaan suap atau gratifikasi pemberian izin PT Midi Utama Indonesia.
Sebelumnya, ia telah menjalani pemeriksaan sebagai saksi pada Kamis (16/3) lalu.
“Sesuai jadwal, besok (hari ini,red) Senin (27/3) akan dilanjutkan kembali pemeriksaan kepada yang bersangkutan,” terang Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Sultra Dody, Minggu (26/3).
Dody mengungkapkan, Sulkarnain diperiksa sebagai saksi. Sehingga, belum ada penambahan tersangka dalam kasus ini.
“Saat ini belum bicara soal tersangka, tapi sebagai saksi,” terang Dody.
Lebih lanjut, Dody mengatakan, dalam kasus ini pihaknya telah memeriksa sembilan saksi.
“Termasuk Sulkarnain sebagai saksi dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi perizinan PT Midi Utama Indonesia,” ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, dalam kasus ini, Kejati Sultra telah menetapkan Sekretaris Kota (Sekot) Kendari, Ridwansyah Taridala, sebagai tersangka, Senin (13/3).
Ia diduga terlibat kasus korupsi permintaan dan penerimaan suap atau gratifikasi terkait proses pemberian izin PT Midi Utama Indonesia.
Secara bersamaan, jaksa juga menahan Tenaga Ahli Tim Percepatan Pembangunan Kota Kendari Bidang Perencanaan Pengelolaan Keunggulan Daerah inisial SM yang juga diduga ikut terlibat.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Sultra Dody menguraikan, kronologi perkara ini bermula pada Maret 2021. Di mana, PT Midi Utama Indonesia yang merupakan pemegang lisensi gerai Alfamidi ingin berinvestasi dengan mendirikan gerai di Kota Kendari.
Dibeberkan, ketika mengurus perizinan, terjadi pertemuan antara Sulkarnain, Ridwansyah Taridala, SM, Manager CSR PT Midi Utama Indonesia inisial A, serta 3 pegawai PT Midi Utama Indonesia lainnya.
“Dalam pertemuan tersebut, salah satu pihak dengan sengaja menyalahgunakan wewenang, menunjuk SM dengan ketentuan sendiri terkait dengan syarat perizinan tidak sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku khusus Undang-Undang Cipta Kerja,” ujar Dody.
Dalam pertemuan itu, PT Midi Utama Indonesia diminta untuk memberikan dana CSR untuk kepentingan program Kampung Warna Warni Petoaha di Bungkutoko. Padahal, kebutuhan program tersebut telah dianggarkan dalam APBD Kota Kendari senilai Rp721 juta.
“Yang kami temukan adalah tindakan untuk melakukan pemerasan. Jika tidak membantu memberikan dana CSR untuk kepentingan program kampung warna warni, perizinannya akan dihambat,” ungkapnya.
“Karena hal tersebut pihak PT Midi Utama Indonesia terpaksa memenuhi keinginan para pihak tersebut,” sambungnya.
Selain itu, lanjut Dody, pihak tersebut juga meminta PT Midi Utama Indonesia untuk menyiapkan enam lokasi gerai supermarket dengan nama lengkap yang di dalamnya para pihak ini mendapatkan gratifikasi sharing profit.
Sementara itu, proses penyidikan terus dilakukan pihak Kejati Sultra. Tersangka baru dalam kasus ini akan segera ditetapkan namun keterlibatannya masih didalami penyidik.
Berkaitan dengan kerugian negara, masih kata Dody, pihaknya menerapkan Pasal 12 huruf e berkaitan dengan suap dan gratifikasi.
“Jadi kita kenakan tersangka dengan Pasal 2 atau Pasal 3 yang ada kerugian negara,” pungkasnya. (r2/ada)