Hotel pertama di Kendari dibangun tahun 1950, era Orde Lama. Setua itu. Baru 5 tahun usia merdeka Indonesia, Nippon belum jauh. Sedini itu.
Laporan: LM Ishak Junaidy
Tahun 1950 Kendari mau disebut apa? Dia hanya bisa dinamakan bekas ibu kota Kerajaan Laiwoi, karena baru tahun 1952 Sulawesi Tenggara ditetapkan menjadi kabupaten dari Provinsi Sulawesi Selatan-Tenggara (Sulselra), dengan ibu kota Baubau. Kendari kini didefinitifkan sebagai kecamatan.
Nanti tahun 1959 Kendari jadi kabupaten ketika Kabupaten Sultra mekar jadi 4 daerah otonom, yaitu Kabupaten Kendari, Kabupaten Kolaka, Kabupaten Muna, dan Kabupaten Buton. Sejauh itu, Sultra masih bagian dari Provinsi Sulselra yang beribu kota di Ujung Pandang (sekarang Makassar, red).
Nama hotel di papan reklame tertulis Wisma Hamdamin.
“Namanya wisma, tapi untuk ukuran zaman itu Hamdamin dengan segala kemewahannya dapatlah disebut hotel,” kata Surachman, putra pemilik Hotel Arnis, saat ditemui di kediamannya Februari 2023.
Wajah Hotel Hamdamin semasa jaya-jayanya
Arnis masuk jajaran hotel terawal juga di Kendari. Didirikan tahun 1970 oleh seorang perwira TNI, H AR Muchtar, yang memilih pensiun dini demi hasrat menjalankan bisnis perhotelan. Boleh jadi ia termotivasi kesuksesan Hamdamin.
“Kita hotel keempat di Kendari,” kata Surachman.
Secara berurutan menurut urutan waktu berdirinya, sebut dia, pertama Hotel Hamdamin, Hotel Kendari, Hotel Noer 4, lalu Hotel Arnis.
Hotel Arnis I letaknya di Kelurahan Sodoha, kemudian disulap jadi Benteng Diskotik, lalu berpindah dari tangan ke tangan, mula-mula Jae Klub Diskotik.
Ada lagi Hotel Arnis II sekarang jadi Hotel Benua setelah dijual. Posisinya depan Lapangan Benubenua.
Hotel Hamdamin itu sendiri terletak di ujung Jln. Tekaka.
Tepatnya di simpang tiga Jalan Tekaka, Jln Gunung Jati, dan Jln Ki Hajar Dewantara
Simpelnya, depan eks RSUD Abunawas Kendari yang sekarang jadi Puskesmas Kandai. Tak jauh dari Masjid Raya Kota
“Tidak tahu Hotel Hamdamin kapan dibangun, tapi tahun 1964 kita datang di Kendari dari Makassar sudah ada itu hotel,” tambah Surachman.
1964 adalah tahun mekarnya Kabupaten Sulawesi Tenggara menjadi provinsi, dengan ibu kota Kendari. Kendari terdiri atas dua kecamatan, Kecamatan Kendari dan Mandonga.
Untuk itu banyak lembaga harus dibentuk, berjibun jabatan mesti diisi, tidak sedikit aparatur negara perlu diadakan.
“Hotel Hamdamin dijadikan tempat menginap para pegawai yang disiapkan untuk mengisi jabatan di pemerintahan Provinsi Sultra yang baru dimekarkan,” ungkap pensiunan Badan Kepegawaian Negara (BKN), La Ode Hibali, saat dihubungi medio Juli 2023.
Para pegawai, lanjut dia, adalah putra daerah yang diambil dari berbagai daerah, salah satunya La Ode Kaimoeddin yang waktu itu merupakan pegawai di Kantor Gubernur Maluku di Ambon.
La Ode Kaimoeddin di kemudian hari menjadi Gubernur Sultra dua periode, 1992-2002.
“Semua dikasih tinggal di Hotel Hamdamin sampai mereka punya rumah sendiri,” tutur La Ode Hibali
“Saya kebetulan menemani Pak Kaimoeddin waktu itu. Saya masih SMP,” tambahnya.
Ia menambahkan, pada masa itu Hotel Hamdamin satu-satunya penginapan di Kendari.
“Belum ada yang lain,” ujarnya.
Tamu Jati Muna
Menurut La Ode Hibali, tahun 1964 perkembangan kota baru sampai di Kelurahan Sodoha.
“Benubenua masih padang alang-alang,” katanya.
“Ujung kota itu hanya sampai di PLN (PLN belakang Kendari Beach sekarang ini, red),” terangnya.
Sketsa Kendari tahun 1964 dari memori Surachman, putra pemilik Arnis Hotel, tidak jauh beda dengan deskripsi La Ode Hibali.
“Setelah PLN itu sudah seperti keluar kota. Mobil angkutan umum (angkum) di Kendari baru satu biji, Datsun. Sopirnya bernama Bandoa, tenar sekali dia,” kenangnya.
Lahir sedini dan sesepi itu, dari mana hotel mendapatkan kunjungan?
Wanita yang pernah bekerja di Hotel Hamdamin dan masih hidup, Sitti Morman Tahir, saat ditandangi di kediamannya awal Juli 2023 mengaku, tidak banyak yang bisa dia rekam dari sejarah Hotel Hamdamin, karena baru menginjak Kendari pada 1972. Di usia kelas 6 sekolah dasar.
Tahun itu hotel sudah 21 kamar. Sewa kamar Rp7 ribu per malam, naik Rp2 ribu dari awalnya hanya Rp5 ribu.
“Tamu tidak dikasih makan. Hanya dikasih snack dan ‘air panas’,” tutur wanita asal Bone, Sulsel.
Masih kata dia, hotel mendapat tamu dari kunjungan pejabat pusat, misal, kunjungan presiden, menteri, dan lainnya. Kemudian juga dari kunjungan pejabat daerah yang berurusan di pemerintah provinsi.
“Dari luar negeri pun ada. Orang barat,” bebernya
Sesekali artis datang. Morman Tahir masih ingat Artis yang pernah menginap di Hotel Hamdamin, salah satunya Pretty Sister.
Senada, Arnin, putri pemilik hotel Arnis mengungkapkan, meski keadan Kendari masih begitu, tamu hotelnya ramai.
“Ada bahkan dari Jepang dan Korea. Saking seringnya datang menginap, akhirnya kita akrab. Biasa datang bawa oleh-oleh. Ada satu orang Jepang yang paling akrab, namanya Tuan Morase. Dia rutin datang karena berbisnis kayu jati di Muna,” kenangnya.
Cendera Mata Tuan Tanah
Dari salah seorang cucu Hamdamin, Alank Usman Hamdamin, didapat kepastian bahwa hotel dibangun 1950 dengan 15 kamar pada awalnya.
Hotel Hamdamin dimiliki seorang pengusaha kaya bernama H Muhammad Amin. Teman dekatnya meringkas panggilan namanya agar dapat disebut sekali ucap, dengan membuat akronimnya. Begitulah ia kemudian lebih populer dengan nama Hamdamin.
H Muhammad Amin atau lebih populer dengan sebutan Hamdamin
Pria kelahiran Bone, Sulsel tahun 1913 ini datang di Kendari sebagai perantau dan sukses dengan profesinya sebagai kontraktor, sampai-sampai ia menjadi salah satu tuan tanah di Kota Lama.
Hamdamin membangun hotelnya di usia 37 tahun.
Bisnis berjalan bagus, Hamdamin kemudian membangun lagi gedung hotel di depannya, di seberang jalan berhadap-hadapan, sehingga hotelnya sampai berjumlah 3 unit.
“Tidak lama berselang, hotel yang di seberang jalan tadi dihibahkan ke Departemen Agama (Depag) Provinsi Sultra menjadi kantor. Setelah itu dijadikan sekolah Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTSN) 2 Kendari sampai sekarang,” kata Sitti Morman Tahir, kemenakan istri Hamdamin.
Alank Usman Hamdamin mengungkapkan, adalah Hamdamin yang membangun masjid raya pertama di Kendari yang sekarang disebut Masjid Raya Kota. Itu didirikan pada 1957.
Alank Usman Hamdamin, salah seorang cucu Hamdamin
Hamdamin juga yang membangun SMA Muhammadiyah pertama di Kendari di mana dia sekaligus menjadi ketua yayasannya.
Keterhubungan Hamdamin dengan Muhammadiyah tidak sekadar soal kedermawanan melainkan lebih emosional dari itu.
Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Sultra periode 2022-2027 H Ahmad Aljufri dihubungi medio Juli 2023 mengungkapkan, Hamdamin pernah menjabat Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Sultra era 80-an.
Hamdamin menikah dengan Hj Fatimah. Istrinya lebih dahulu meninggal karena sakit.
Tidak diketahui lagi kapan dia pertama kali menginjakkan kaki di Kendari, Hamdamin meninggal pada 1987 di usia 74 tahun dan dimakamkan di Kendari.
Seiring kepergiannya, perlahan hotel redup dan akhirnya ditutup di tahun ketiga kematiannya. Belum lama ini bekas Hotel Hamdamin dijual kepada PT Cinta Damai, distributor aneka produk, yang kemudian dijadikan gudang.
Ketika hotel tutup pada 1990 ia telah 40 tahun melayani tamu-tamu Kendari. Menjadi saksi sejarah dan ikut menoreh sejarah bagi kota ini. (*)