Kasus TBC di Sultra Capai 2024 Jiwa, Kota Kendari Terbanyak

  • Bagikan

Usnia. (FOTO: FAYSAL/BKK)

KENDARI, BKK – Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) menyampaikan, bahwa kasus Tuberkulosis (TBC) di Sultra hingga Mei 2024 mencapai 2.024 jiwa. Dari jumlah itu, Kota Kendari masuk daerah di Sultra dengan kasus terbanyak TBC.

Kepala Dinkes Sultra Usnia mengatakan, Kota Kendari merupakan daerah dengan kasus terbanyak TBC di Sultra, yakni sebanyak 453 pasien dan terendah berada di Konawe Kepulauan (Konkep) sebanyak 21 pasien.

“Jadi, hingga Mei 2024 sebanyak 2.024 pasien ini tersebar di 17 kabupaten dan kota di Sultra,” kata Usnia, Selasa (11/6).

Dikatakan, pihaknya telah melakukan berbagai upaya dalam menangani kasus TBC tersebut. Yakni, kata dia, melakukan kerja sama dengan Global Fund, berupa pengobatan terhadap pasien yang resisten.

“Kemudian, memperkuat sistem kesehatan khususnya terkait ketenagaan dan pengelolaan program sesuai standar pelayanan minimal (SPM),” jelasnya.

Sehingga tugas pokok dan fungsi pelayanan tetap melekat pada semua Fasilitas Pelayanan Kesehatan, tanpa melihat ada tidaknya tenaga yang sudah terlatih.  

“Dengan demikian, standar kebutuhan tenaga dan pelatihannya akan disesuaikan berdasarkan kebutuhan jenis dan jumlahnya,” ujarnya.

Lalu pihaknya, melakukan pembekalan atau sosialisasi program Pencegahan dan Penanggulangan Tuberkulosis (P2TB) kepada dokter PTT di level kabupaten dan kota dalam masa pratugas. Sehingga, dokter PTT dapat terlibat dalam program TB pada saat tugas.

Selain itu, beber dia, meningkatkan pengawasan dan motivasi petugas, untuk membuat pencatatan dan pelaporan yang lengkap, valid dan tepat waktu.

“Meningkatkan pembinaan dan motivasi agar penanggunjawab TB Fasyankes secara rutin melakukan analisis terhadap manajemen dan cakupan program, serta melakukan feedback terhadap pimpinan dan pihak-pihak terkait atau pihak yang berkepentingan,” ungkapnya.

Selanjutnya, membuat perjanjian peserta latih atau surat pernyataan untuk mengelola program TB di Fasyankes minimal 3 tahun pascapelatihan, yang nantinya diteruskan ke BKD.

Selain itu, pihaknya menyarankan Fasyankes agar melakukan analisa ketenagaan dan kebutuhan pelatihan, serta memberikan motivasi kepada Fasyankes untuk memperhatikan dan memenuhi standar ketenagaan sesuai SPM.

‘Kita juga akan membuat feedback tenaga terlatih TB ke pimpinan petugas TB terlatih, Fasyankes, Dinkes kabupaten dan kota, dan BKD kabupaten dan kota,” tutupnya. (r4/nir)

  • Bagikan