Puluhan Warga Desa Tanjung dan Desa Oempu Kecamatan Tongkuno dihearing Komisi 1 DPRD Muna terkait masalah lahan masyarakat yang dijual ke investor tambang batu gamping.
RAHA, BKK – Masuknya investor pertambangan batu gamping atau batu kapur PT Ayaskara Alam di Kecamatan Tongkuno, membuat 2 desa di kecamatan se tempat yaitu Desa Oempu dan Desa Tanjung memanas.
Hal ini dipicu karena masyarakat Desa Tanjung ramai-ramai menjual tanahnya ke investor PT Ayaskara Alam Nusantara senilai Rp40 juta per hektare.
Hal ini terbongkar setelah Kepala Desa Tanjung Syarifuddin dan Kepala Desa Oempu Safar mengikuti hearing di DPRD Muna, Rabu (26/6).
Dalam hearing tersebut, Kepala Desa Oempu Safar menuding Kepala Desa Tanjung, Syarifuddin telah menerbitkan surat kepemilikan tanah (SKT) kepada warganya. Dimana sebagian tanah yang di SKT-kan itu merupakan tanah hak milik Pemerintah Desa (Pemdes) Oempu yang berada di perbatasan desa.
“Kurang lebih 100 hektare tanah milik masyarakat Desa Oempu yang terletak di perbatasan desa di SKT-kan oleh Kepala Desa Tanjung. Kemudian tanah mereka itu dijual ke perusahaan,” ungkapnya pada koran ini, kemarin.
Di hadapan Ketua Komisi I DPRD Muna La Ode Iskandar, Safar meminta persolan tersebut harus segera diselesaikan, supaya dapat meminimalisir terjadinya gangguan Kamtibmas diantara 2 desa tersebut.
Di tempat yang sama, Kepala Desa Tanjung Syarifuddin membenarkan jika dirinya telah mengeluarkan SKT untuk warganya.
Syarifuddin juga mengakui jika warganya tersebut telah menjual lahannya pada investor sebesar Rp40 juta per hektare.
“Ada 245 hektare yang sudah saya SKT-kan. Soal Rp40 juta per SKT atau per hektare itu sudah kesepakatan masyarakat pemilik lahan. Tapi tanah yang SKT merupakan tanah masyarakat Desa Tanjung. Jadi, tidak ada tanah mereka. Semua tanah warga saya. Mereka klaim 100 hektare lebih, itu tidak ada,” bantah Syarifudin kepada Komisi 1 DPRD Muna.
Sementara itu, Ketua Komisi I DPRD Muna Iskandar mengatakan, pihaknya akan menindak lanjuti persoalan yang terjadi di Desa Oempu dan Desa Tanjung ke Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Tenggara (Sultra).
“Persoalan ini terjadi karena rencana masuknya tambang. Jadi, Komisi I akan melakukan pertemuan dengan Dinas Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sultra di Kendari,” katanya.
“Kemudian dari Kendari kita akan ke lokasi perbatasan yang menjadi sengketa 2 desa ini, dan untuk SKT yang sudah diterbitkan itu. Jadi, untuk saat ini mohon dibekukan dulu sampai persoalan ini selesai,” pinta politikus PDIP Kabupaten Muna ini. (tri/nir)