Wa Ode Nadhilah Nurrazanah Hidayat.
Oleh:
Wa Ode Nadhilah Nurrazanah Hidayat, Mahasiswa Jurusan Farmasi, Universitas Muhammadiyah Malang
NIM: 202410410110158
Dalam era revolusi industri 4.0, transformasi digital telah menjadi keharusan diberbagai sektor, termasuk pelayanan farmasi. Sebagai salah satu pilar penting dalam sistem kesehatan, pelayanan farmasi memainkan peran utama dalam memastikan
ketersediaan obat yang aman, efektif, dan terjangkau bagi masyarakat.
Namun, tantangan seperti kurangnya tenaga farmasi di daerah terpencil, distribusi obat yang tidak merata, dan rendahnya literasi masyarakat tentang penggunaan obat, menghambat optimalisasi layanan ini.
Dengan teknologi seperti e-pharmacy,
telepharmacy, dan sistem informasi kesehatan, digitalisasi dapat meningkatkan efisiensi, transparansi, dan pengawasan distribusi obat, serta memperbaiki edukasi masyarakat. Namun, penerapannya memerlukan kesiapan dari pemerintah, tenaga
farmasi, dan masyarakat.
Pelayanan kefarmasian di Indonesia masih menghadapi berbagai permasalahan yang memengaruhi kualitas dan aksesibilitasnya. Salah satu isu utama adalah kurangnya edukasi masyarakat tentang penggunaan obat yang benar, sehingga banyak yang melakukan self-medication tanpa panduan, terutama untuk antibiotik,
yang berisiko memicu resistensi antimikroba. Selain itu, ketersediaan tenaga farmasi yang terbatas, terutama di daerah terpencil, menyebabkan pelayanan tidak optimal, dengan banyaknya tugas kefarmasian dilakukan oleh tenaga non-profesional.
Regulasi yang belum sepenuhnya ditegakkan juga menjadi masalah, seperti penjualan obat tanpa resep dokter, peredaran obat palsu, serta praktik tidak etis di industri farmasi. Akses terhadap obat-obatan esensial pun masih menjadi tantangan, terutama di wilayah pelosok, akibat distribusi yang tidak merata dan harga yang tinggi.
Di sisi lain, penerapan pelayanan farmasi klinis di banyak apotek dan rumah sakit
belum maksimal, sehingga pasien sering tidak mendapatkan panduan terapi yang
personal. Hal ini diperburuk oleh sistem informasi kesehatan yang belum
terintegrasi, sehingga meningkatkan risiko kesalahan pemberian obat.
Munculnya platform e-pharmacy tanpa pengawasan ketat juga menambah risiko
penyalahgunaan obat keras. Kendala biaya turut menjadi hambatan, karena layanan konsultasi farmasi sering dianggap mahal oleh masyarakat. Selain itu, pengembangan pendidikan dan pelatihan profesi farmasi masih kurang optimal, menyebabkan kompetensi tenaga farmasi belum mencapai standar yang diharapkan.
Pelayanan farmasi di Indonesia menghadapi sejumlah tantangan yang memengaruhi kualitas dan aksesibilitasnya, seperti kurangnya edukasi masyarakat tentang penggunaan obat yang benar, ketersediaan tenaga farmasi yang terbatas, distribusi obat yang tidak merata, hingga regulasi yang belum sepenuhnya ditegakkan.
Beberapa masalah tersebut berpotensi meningkatkan risiko kesalahan dalam pemberian obat, penyalahgunaan obat, serta ketidakseimbangan dalam ketersediaan obat. Untuk mengatasi permasalahan ini dan meningkatkan kualitas layanan farmasi, transformasi digital menjadi sebuah kebutuhan yang tak terhindarkan.
Pertama, digitalisasi dapat mengatasi masalah kurangnya edukasi masyarakat
dengan menyediakan platform berbasis aplikasi atau website yang memberikan
informasi obat yang lebih mudah diakses dan dipahami. Dengan aplikasi mobile
yang memberikan panduan terapi atau pengingat jadwal konsumsi obat, pasien akan lebih terlibat dalam pengelolaan kesehatannya.
Platform ini juga dapat mengingatkan pengguna tentang bahaya self-medication dan penyalahgunaan obat, terutama antibiotik yang berisiko menimbulkan resistensi antimikroba.
Kedua, ketersediaan tenaga farmasi yang terbatas, terutama di daerah terpencil, dapat diatasi dengan memanfaatkan telepharmacy dan layanan konsultasi farmasi secara daring.
Melalui sistem ini, apoteker dapat memberikan konsultasi jarak jauh, mengawasi penggunaan obat, dan memberikan panduan terapi tanpa terbatas oleh jarak geografis. Hal ini akan memperluas jangkauan pelayanan farmasi, terutama di daerah yang kesulitan mengakses tenaga farmasi profesional.
Selanjutnya, masalah ketidakteraturan distribusi obat dapat diatasi dengan penerapan sistem manajemen stok obat berbasis digital yang terintegrasi. Dengan sistem ini, apotek dan rumah sakit dapat memonitor ketersediaan obat secara real-time, meminimalkan pemborosan, dan memastikan bahwa obat-obatan esensial tersedia tepat waktu di seluruh wilayah, termasuk daerah terpencil.
Digitalisasi memungkinkan pelacakan distribusi obat yang lebih transparan, yang dapat mengurangi risiko peredaran obat palsu dan penjualan obat tanpa resep.
Masalah regulasi dan pengawasan distribusi obat yang lemah dapat diatasi dengan platform berbasis teknologi, seperti blockchain, yang memastikan keaslian dan transparansi peredaran obat.
Teknologi ini memudahkan pemerintah dan pengawas untuk memonitor distribusi, serta mencegah peredaran obat palsu atau ilegal, sehingga meningkatkan pengawasan dan kepatuhan terhadap peraturan. Selain itu, pendidikan dan pelatihan tenaga farmasi perlu ditingkatkan melalui platform e-learning atau aplikasi digital, yang memungkinkan pelatihan dan sertifikasi secara fleksibel.
Hal ini akan meningkatkan kompetensi tenaga farmasi, yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas pelayanan farmasi. Digitalisasi dapat memperbaiki manajemen distribusi obat, meningkatkan pengawasan, dan memastikan pelayanan farmasi yang responsif terhadap kebutuhan pasien di seluruh Indonesia.
Transformasi digital dalam pelayanan farmasi di Indonesia akan meningkatkan
efisiensi operasional, memperluas akses layanan, dan memastikan pengawasan obat yang lebih transparan. Digitalisasi memungkinkan pengelolaan stok obat yang lebih akurat, distribusi obat yang lebih merata, serta meminimalkan kesalahan dalam pemberian resep.
Layanan seperti e-pharmacy dan telepharmacy memberikan kemudahan akses, terutama di daerah terpencil, sementara platform edukasi
meningkatkan pemahaman pasien tentang penggunaan obat yang benar. Selain itu, teknologi memungkinkan pelayanan farmasi yang lebih personal dan aman melalui data medis elektronik. (*)