KENDARI, BKK – Untuk meningkatkan kesiapsiagaan dan mitigasi bencana, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Tenggara (Sultra) akan menggelar Jambore Tangguh Bencana pada 19-21 April 2025.
Kegiatan yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan ini merupakan bagian dari inovasi Gubernur Sultra dalam program Quick Win 100 Hari Kerja ASR-Hugua.
Hal ini disampaikan Sekretaris Provinsi (Sekprov) Sultra, Asrun Lio saat menimpin Rapat persiapan Jambore Tangguh Bencana di ruang pola Kantor Gubernur, Jumat (7/3).
“Hari ini kita baru saja menggelar rapat koordinasi yang dihadiri oleh Forkopimda dan para narasumber yang akan terlibat dalam kegiatan ini. Jambore ini bertujuan untuk meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana serta mengedukasi masyarakat agar lebih tanggap terhadap situasi darurat,” kata Asrun Lio.
Dijelaskan, Jambore Tangguh Bencana 2025 akan melibatkan berbagai pihak, termasuk Basarnas, TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, serta para pemangku kepentingan lainnya. Selama kegiatan, akan digelar berbagai simulasi penanganan bencana, baik yang dilakukan oleh Basarnas maupun BPBD sendiri.
“Kegiatan ini akan melibatkan 17 kabupaten/kota di Sultra. Kalaksa BPBD dari masing-masing daerah akan mengirimkan personel dengan jumlah yang bervariasi, tergantung dari lokasi dan kebutuhan,” ujarnya.
Jambore Tangguh Bencana 2025 akan dipusatkan di Kabupaten Kolaka Timur (Koltim). Pemilihan lokasi ini bukan tanpa alasan. Menurut Asrun Lio, Koltim merupakan wilayah yang rawan bencana, terutama gempa bumi.
“Kenapa memilih Kolaka Timur? Karena kita tahu bahwa daerah ini mengalami lebih dari 300 kali guncangan gempa dalam beberapa waktu terakhir. Melalui kegiatan ini, kita ingin mengedukasi masyarakat agar lebih siap dalam menghadapi bencana serta mampu meminimalkan risiko yang ditimbulkan,” jelasnya.
Saat ini, BPBD Sultra masih melakukan survei untuk menentukan lokasi pasti kegiatan di Koltim.
“Kita akan memastikan lokasi yang dipilih benar-benar sesuai untuk pelaksanaan simulasi bencana serta cukup aman bagi peserta,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Pelaksana BPBD Sultra, Muhammad Yusuf, menegaskan bahwa Sulawesi Tenggara merupakan wilayah dengan tingkat kerawanan bencana yang cukup tinggi. Bencana seperti banjir, tanah longsor, gempa bumi, tsunami, serta kebakaran hutan dan perkotaan sering terjadi di daerah ini.
“Perubahan iklim dan aktivitas manusia seperti deforestasi serta pertambangan juga semakin meningkatkan risiko bencana. Oleh karena itu, kesiapsiagaan menjadi hal yang mutlak diperlukan,” ungkap Yusuf.
Data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjukkan bahwa jumlah kejadian bencana di Indonesia terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Kondisi ini menuntut adanya respons yang cepat dan koordinasi yang lebih baik di semua sektor.
“Kesiapsiagaan bencana tidak bisa hanya menjadi tanggung jawab BPBD. Kita perlu melibatkan berbagai pihak, seperti TNI-Polri, Basarnas, dunia usaha, akademisi, serta media, agar respons terhadap bencana bisa lebih cepat dan efektif,” tegasnya.
Selain meningkatkan koordinasi antar instansi, kegiatan ini juga bertujuan untuk membangun kapasitas masyarakat dan relawan dalam menghadapi bencana.
Seperti yang diketahui, dalam banyak kasus, korban bencana biasanya lebih dulu ditolong oleh warga sekitar sebelum bantuan resmi tiba.
Oleh karena itu, penting untuk membekali masyarakat dengan keterampilan dasar seperti pertolongan pertama, evakuasi mandiri, serta mitigasi risiko bencana.
“Kita ingin memastikan bahwa masyarakat tidak panik ketika menghadapi bencana. Mereka harus tahu apa yang harus dilakukan agar dampaknya bisa diminimalkan,” tandasnya. (r4/c/r2)