Gelang dan Cincin Kulit Penyu dari Laut Wakatobi

  • Bagikan
Ilustrasi

Kendari, BKK- Di antara gugusan karang yang memesona dan rumah-rumah panggung yang berdiri kokoh di atas laut, Desa Sampela menyimpan warisan budaya yang tak kalah menarik: kerajinan gelang dan cincin dari kulit penyu, perhiasan yang bukan sekadar estetika, tapi juga simbol perlindungan dan keyakinan.

Desa Sampela dihuni oleh komunitas Bajau yang dikenal sebagai “manusia laut”. Di sana, sejumlah pengrajin lokal membuat perhiasan unik dari lapisan luar kulit penyu. Prosesnya dilakukan secara tradisional, menggunakan teknik pengguntingan dan pengasapan sederhana dengan rokok atau lilin. Hasil akhirnya adalah gelang dan cincin bernuansa eksotis dengan guratan alami kulit penyu yang khas.

Yang menarik, praktik ini dilakukan secara selektif dan beretika. Para pengrajin hanya mengambil lapisan paling luar dari penyu tanpa membunuhnya.

Setelah itu, penyu dilepaskan kembali ke laut. Meskipun demikian, praktik ini tetap menuai perhatian dari aktivis konservasi karena penyu laut, seperti Eretmochelys imbricata (penyu sisik), termasuk dalam spesies yang dilindungi oleh hukum nasional dan internasional.

Namun di balik semua kontroversi, tak bisa dipungkiri bahwa kerajinan ini merepresentasikan nilai budaya yang kuat. Masyarakat lokal meyakini bahwa cincin dari kulit penyu memiliki kemampuan menangkal bahaya.

Dalam cerita yang diwariskan secara turun-temurun, jika seseorang mencoba meracunimu, cincin ini akan pecah sebagai pertanda bahaya. Keyakinan ini menjadikan perhiasan tersebut bukan hanya barang hias, tetapi juga penjaga spiritual.

Bagi wisatawan, gelang dan cincin kulit penyu menjadi oleh-oleh penuh makna. Setiap guratan mewakili laut, kehidupan, dan cerita lokal yang tak tertulis dalam buku sejarah. Tak jarang, pengrajin juga membuat desain khusus sesuai permintaan, menjadikannya koleksi langka yang tak bisa ditemukan di tempat lain.

Namun, seiring meningkatnya kesadaran akan pelestarian penyu, beberapa pengrajin kini mulai berinovasi dengan mengganti bahan menggunakan resin, kayu laut, atau limbah laut yang diolah menyerupai tekstur kulit penyu—sebuah solusi cerdas untuk melestarikan budaya tanpa merusak alam.

Tak hanya soal kerajinan, Desa Sampela itu sendiri adalah daya tarik wisata. Rumah-rumah terapungnya menjadi pemandangan yang unik, kehidupan masyarakat Bajau menawarkan pengalaman otentik tentang bagaimana manusia dan laut hidup dalam harmoni.

Pengunjung bisa melihat langsung proses pembuatan gelang, mencoba memakai cincin khas laut, atau sekadar mendengarkan kisah-kisah mistis yang melingkupi benda-benda kecil ini.(adv)

  • Bagikan