Seni Gembol Jati dari Muna: Keanggunan Akar Tua Bernilai Tinggi

  • Bagikan
Meja, kursi dari bonggol kayu jati Muna. (Foto: Antara)

Kendari, BKK- Kabupaten Muna di Sulawesi Tenggara tidak hanya dikenal dengan warisan tenun dan kekayaan budaya lokal, tetapi juga menyimpan warisan alam berupa hutan jati yang telah berumur ratusan tahun. Wilayah ini pernah dijuluki sebagai Kota Jati, karena melimpahnya pohon jati yang tumbuh secara alami di berbagai kawasan hutan rakyat dan hutan negara.

Dari akar-akar dan tunggak kayu jati yang tua dan tak lagi produktif, lahirlah sebuah kerajinan bernilai seni tinggi: Seni Gembol Jati. Istilah “gembol” merujuk pada bagian bonggol, akar, atau tunggul kayu yang memiliki bentuk alami unik, terkadang bengkok, berpilin, dan berongga—cocok untuk dijadikan karya ukir atau furnitur berkarakter khas.

Sejarah dan Jejak Tradisi

Tradisi mengolah gembol jati di Muna telah berlangsung secara turun-temurun, terutama di kawasan yang dulunya menjadi pusat pengolahan jati seperti Kecamatan Kabawo, Tongkuno, dan Lohia. Dahulu, gembol jati hanya dimanfaatkan sebagai kayu bakar atau limbah. Namun dalam dua dekade terakhir, para perajin lokal mulai melihat potensi estetikanya.

Dengan keahlian tangan dan imajinasi, para seniman gembol mampu mengolah bonggol dan akar jati menjadi:

* Meja dan kursi artistik

* Patung atau ukiran natural

* Lampu hias dan bingkai cermin

* Aksesoris interior dan dekorasi taman

Ciri Khas dan Keunggulan

Ciri khas seni gembol Muna terletak pada penggunaan bentuk alami akar kayu. Alih-alih memahat dari nol, perajin justru mempertahankan lekuk dan tekstur asli kayu. Pola serat yang unik, bekas lubang, bahkan sisa akar menjadi daya tarik visual yang tidak bisa direplikasi oleh mesin.

Jati Muna sendiri dikenal karena kualitasnya yang kokoh, tahan lama, dan memiliki warna cokelat kemerahan yang eksotis. Kayu jati tua juga lebih stabil dan tidak mudah retak, sehingga ideal dijadikan produk seni maupun mebel kelas atas.

Teknik dan Proses Pengerjaan

Pengerjaan gembol membutuhkan ketelitian dan kesabaran tinggi. Beberapa tahapan utamanya antara lain:

1. Pencarian bahan: Bonggol atau akar dipilih berdasarkan bentuk uniknya.

2. Pembersihan: Akar dibersihkan dari tanah, serangga, dan bagian busuk.

3. Pengeringan alami: Bisa memakan waktu 3–6 bulan agar tidak retak saat diproses.

4. Pengamplasan dan finishing: Disesuaikan agar kilap dan serat kayu tetap terlihat alami.

Sebagian besar pengerjaan dilakukan manual, dengan alat pahat, amplas, dan kuas pelapis. Tak heran, satu karya bisa memakan waktu berminggu-minggu hingga berbulan-bulan.

Keberlanjutan dan Kearifan Lokal

Seni gembol menjadi contoh nyata penerapan ekonomi sirkular dan etika lingkungan. Perajin tidak menebang pohon jati hidup, melainkan memanfaatkan bagian akar atau tunggul dari pohon yang sudah mati atau ditebang legal.

Ini mencerminkan kearifan lokal masyarakat Muna dalam memanfaatkan sumber daya tanpa merusak alam. Bahkan kini, beberapa komunitas pengrajin bekerja sama dengan pemerintah desa dan dinas kehutanan untuk memastikan asal-usul bahan baku tetap lestari.

Perjalanan Menuju Panggung Nasional

Produk seni gembol Muna kini mulai dilirik pasar nasional. Karya-karya ini telah tampil di pameran kerajinan seperti Inacraft, Pameran Produk Unggulan Daerah, hingga Kriya Nusantara. Konsumen dari kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Makassar mulai memesan langsung untuk kebutuhan interior rumah dan kafe.

Meski belum sepenuhnya diekspor, potensi pasarnya sangat besar. Pasar mancanegara mengapresiasi karya berbasis kayu alami yang memiliki nilai artistik dan ramah lingkungan.

Seni gembol jati dari Muna adalah bukti bahwa akar tua pun bisa tumbuh kembali—bukan dalam bentuk pohon, melainkan dalam bentuk karya seni yang bernyawa. Ia adalah simfoni antara alam, keterampilan tangan manusia, dan jiwa budaya lokal yang tak lekang waktu.

Dengan perhatian, pelatihan, dan dukungan promosi yang tepat, seni gembol berpotensi menjadi ikon baru Muna di panggung nasional dan internasional. Dari akar-akar tua yang nyaris terlupakan, muncullah warisan baru yang penuh makna. (adv)

  • Bagikan