Talang Ngencu, Anyaman Buton dari Rumput Liar

  • Bagikan
Talang Ngencu. (Foto: Ahmad Akbar Fua)

Kendari, BKK- Selamat datang di Dusun Laganda, permata tersembunyi di jantung Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara. Di balik hijaunya ladang dan rimbunnya kebun jambu mete, terdapat tradisi yang masih hidup dan bernapas lewat tangan-tangan ibu rumah tangga: kerajinan anyaman talang ngencu.

Lebih dari sekadar kerajinan, talang ngencu adalah warisan budaya—sejenis nampan berkubah yang terbuat dari rumput liar lokal, digunakan dalam berbagai upacara adat dan keagamaan. Kini, karya khas ini menjadi suvenir etnik bernilai tinggi dan salah satu ikon kerajinan Sultra yang siap mendunia.

Bahan baku utama kerajinan ini adalah rumput ngencu, dikenal di kalangan botani sebagai rumput mendong (suku Cyperaceae). Tumbuh menjulang hingga dua meter, tanaman ini dipanen langsung dari kebun-kebun warga sekitar.

Setelah dijemur dan dibersihkan, rumput ini dianyam dengan teknik tradisional menjadi bentuk talang—nampan dengan penutup. Selain talang, para pengrajin juga membuat keranjang, tempat penyimpanan, dan perabot rumah tangga lainnya yang semuanya berbahan dasar ngencu.

Talang hasil anyaman dari Laganda terkenal akan kualitas dan ketahanannya. Tahan air, tahan panas, dan bahkan bisa bertahan puluhan tahun, asalkan tidak rusak secara fisik. Tak heran jika banyak pecinta budaya maupun kolektor produk etnik menjadikan talang ngencu sebagai barang koleksi maupun hadiah berkelas.

Sejarah kerajinan ini bermula dari hanya tiga orang perajin di tahun 1996, termasuk seorang ibu rumah tangga bernama Wa Diu, yang kini telah menekuni anyaman ini selama hampir tiga dekade.

“Ada ratusan, mungkin ribuan talang yang sudah saya buat,” kata Wa Diu sambil tersenyum. Kini, hampir setiap rumah di Dusun Laganda menjadi bengkel kerajinan, dengan sekitar 150 pengrajin aktif, mayoritas ibu rumah tangga yang juga petani ladang.

Talang ngencu lazim digunakan dalam upacara adat, festival budaya, dan acara keagamaan di Buton. Namun kini, keindahannya juga dilirik untuk dekorasi rumah, wadah saji, hingga suvenir eksklusif.

Kerajinan ini menyasar pasar etnik premium. Dalam 3–7 hari, satu pasangan talang dan penutupnya dapat diselesaikan oleh pengrajin. Tak heran jika permintaan datang dari berbagai daerah di Sulawesi Tenggara—dan potensinya meluas ke luar negeri.(adv)

  • Bagikan