Ancaman Resesi 2023, Pebisnis Pelayaran Mesti Waspada

  • Bagikan
Carmelita Hartoto

Kendari, BKK- Pelaku usaha pelayaran nasional optimistis dan tetap waspada menghadapi ancaman resesi global di tahun 2023. Hal itu diungkapkan Carmelita Hartoto, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) atau asosiasi pemilik pelayaran nasional Indonesia pada pers, di Jakarta, Kamis (24/11) lalu.

“Seperti banyak sektor lainnya, industri pelayaran nasional tengah dihadapkan pada situasi yang sulit. Di tengah pemulihan setelah diterjang badai Covid-19, kini pelayaran nasional harus siap menghadapi ancaman resesi global di 2023,” ujarnya.

Menurut owner PT Andhika Line ini, resesi begitu membayangi ekonomi beberapa negara. Penyebabnya cukup kompleks, mulai dari perang Rusia-Ukraina yang memicu krisis pangan, energi, dan finansial. 

“Sejalan hal tersebut, pengetatan kebijakan moneter di banyak negara untuk menjaga laju inflasi juga telah membuat resesi semakin nyata,” ungkapnya.

Namun begitu, Carmelita tetap optimistis ekonomi nasional akan kuat menghadapi kondisi global. Hal ini seiring dengan proyeksi banyak lembaga terhadap ketahanan Indonesia hadapi situasi ekonomi tahun depan.

Diketahui bahwa International Monetary Fund (IMF) dan Bank Dunia memproyeksikan ekonomi nasional tumbuh positif 5 dan 5,1% pada 2023, sedangkan Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan memproyeksikan ekonomi nasional tumbuh berkisar 4,6 hingga 5,3% pada 2023.

“Banyak lembaga memproyeksikan ekonomi nasional masih di jalur pertumbuhan positif di tahun depan. Tapi tetap kita harus memastikan bahwa daya beli masyarakat di dalam negeri terjaga baik, sehingga ekonomi di dalam negeri tetap kuat,” katanya. 

Untuk itu, Carmelita menilai sektor pelayaran nasional tidak akan terlalu terdampak dari sentimen negatif kondisi ekonomi 2023.

Mungkin saja, sambungnya, jika terjadi penurunan kegiatan ekspor di tahun depan maka akan berdampak pada kegiatan kapal angkutan ekspor impor dan kapal feeder.

Namun begitu, hingga Oktober lalu nilai ekspor Indonesia masih tetap tumbuh positif.

BPS mencatat nilai ekspor Indonesia sepanjang Januari–Oktober 2022 mencapai US$244,14 miliar atau naik 30,97% dibanding periode yang sama tahun 2021. Sementara ekspor nonmigas mencapai US$230,62 miliar atau naik 30,61%.

Pada sektor angkutan kontainer di domestik masih akan tumbuh positif mengikuti pertumbuhan ekonomi nasional di tahun depan.

Pada sektor curah kering batu bara, masih akan tumbuh positif meski tidak secemerlang sebelumnya, seiring dengan kebutuhan batu bara di dalam negeri, begitu juga dengan kebutuhan ekspor. Kementerian ESDM menyebutkan, kebutuhan batu bara PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) sekitar 161,15 juta ton batu bara pada 2023 mendatang, atau meningkat dari 2022 yang mencapai 130 juta ton.

Adapun produksi batu bara pada 2023 ditargetkan bisa mencapai 694 juta ton. Di sisi lain, kebijakan hilirisasi sumber daya alam (SDA) yang tengah digenjot pemerintah juga sedikit banyak akan memberikan dampak terhadap angkutan curah kering.

Kebijakan hilirisasi SDA akan memberikan nilai tambah bagi ekspor Indonesia di masa mendatang, dan dari sisi pelayaran nasional di domestik, hilirisasi SDA ini juga menjadi peluang adanya peningkatan muatan karena adanya angkutan raw materials ke smelter.

Sementara itu, perdagangan minyak dunia mengalami peningkatan signifikan sebagai akibat dari pemulihan ekonomi selepas Covid-19.

Volume diperkirakan meningkat 3% pada 2022, walaupun masih sedikit lebih kecil dibandingkan sebelum Covid-19 yang mencapai 5%.

Tetapi dampak perang Rusia-Ukraina menyebabkan permintaan  rute perdagangan yang lebih panjang, yaitu 5% bahkan untuk produk kilang peningkatannya mencapai 8%.

Pada 2023, volume perdagangan minyak diperkirakan akan meningkat sebesar 2%, dengan potensi peningkatan ton mile akibat perubahan pola dan rute perdagangan sebesar 6%.

Dari sisi suplai, penambahan tonase tidak terlalu signifikan yang masih mencerminkan sentimen permintaan rendah karena Covid-19, serta perubahan persyaratan teknologi dan tingginya harga pembangunan kapal baru.

Walaupun kapal tertahan untuk diskrap karena tingkat market freight yang melonjak, penambahan tonase tidak berubah signifikan.

Melihat kondisi seperti itu, tanker market tahun 2023 menunjukan kondisi yang cukup menjanjikan.

Untuk pasar domestik, kondisi market menunjukan gejala yang serupa.

Penggunaan B30 atau B40 juga memicu terjadinya penaikan jenis kapal angkutan cair (tanker) di domestik.

Meski begitu, penggunaan bahan bakar tersebut juga menjadi tantangan karena adanya penambahan biaya maintenance mesin kapal.

Pada jenis kapal offshore, masih akan tetap tumbuh meski tidak akan signifikan pada 2023. Karena belum ada tanda-tanda peningkatan kebutuhan kapal penunjang offshore.

Menurut Carmelita, pelayaran nasional juga lebih percaya diri dalam menghadapi sentimen global tahun depan, mengingat pelayaran telah banyak mengambil pelajaran dan berhasil melewati badai Covid-19.

Namun begitu, mewaspadai adanya penaikan biaya perawatan kapal karena fluktuasi nilai tukar rupiah, mengingat 70% komponen kapal masih impor.

“Jadi ancaman resesi pada 2023 mungkin akan berdampak bagi pelayaran nasional, tapi selama konsumsi domestik kita masih tumbuh, maka dampaknya tidak signifikan. Kita meski optimis, tapi harus bersikap waspada atas situasi ekonomi tahun depan,” ujar Carmelita. (sumber: oceanweek.co.id)

  • Bagikan