KENDARI, BKK – Pihak Kepolisan Daerah (Polda) Sulawesi Tenggara (Sultra) telah banyak menerima aduan dugaan penyimpangan dana desa yang digelontorkan pemerintah pusat. Kepala desa (kades) mesti hati-hati.
Hal ini diungkapkan Panit III Subdit III Tipidkor Ditreskrimsus Polda Sultra Inspektur Polisi Dua (Ipda) Irfandy SH MAP dalam sosialisasi pencegahan tindak pidana korupsi terhadap kades di Kecamatan Ranomeeto Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Rabu (1/2). Ia mengingatkan, pengelolaan dan penggunaan keuangan desa atau APBDes harus secara jujur dan akuntabel.
“Ketika kita melaksanakan amanah untuk mengelola dan menggunakan keuangan desa, hati-hati, pikirkan keluarga. Jika sampai menghadapi persoalan hukum pasti keluarga kita juga merasakan imbasnya,” kata Irfandi di hadapan para kades yang hadir dalam kegiatan sosialisasi tersebut.
Irfandi membeberkan, aduan masyarakat terkait dugaan penyalahgunaan dan penyimpangan dana desa yang diterima Polda Sultra di antaranya berasal dari beberapa wilayah di Konawe Utara dan Desa Puoasu Jaya Kecamatan Konda Kabupaten Konsel.
“Karena itu, penting untuk dilakukan upaya sosialisasi pencegahan korupsi sampai ke tingkat desa mengingat sudah banyak kepala desa terbukti terlibat tindak pidana korupsi dana desa,” ujarnya.
Lebih lanjut, Irfandy mengatakan, pengadaan barang jasa (PBJ) di desa masih ada yang belum melakukan sesuai dengan peraturan.
Dijelasan, sesuai peraturan lembaga kebijakan PBJ nomor 12 tahun 2018, PBJ harus sesuai RPJMDes dan RKPDes yang tersebut dalam APBDes. Jika tidak ada dalam RPJMDes, RKPDes, APBDes, tidak boleh ada kepentingan pemerintah daerah untuk mengarahkan. Semua harus jelas tertuang dalam dokumen-dokumen tersebut.
“Selain itu, agar kepala desa terbiasa dengan transparansi dan publikasi sehingga masyarakat tahu penggunaan dari dana desa tersebut. Sebelum kita masuk ke ranah penindakan, mari kita cegah,” imbaunya.
Irfandy menambahkan, ada beberapa modus korupsi dana desa. Mulai dari penggelembungan anggaran pada pengadaan barang dan jasa, kegiatan atau proyek fiktif, dan laporan fiktif yang berbeda dengan kegiatan atau proyek.
“Kami mengingatkan agar belanja sesuai dengan kebutuhan dan peraturan yang berlaku. Masing-masing desa punya prioritas sendiri. Artinya, masing-masing harus menyusun prioritas mana yang harus dilakukan,” imbuhnya. (r2/ada)