Pemilu Wajah Utama Demokrasi

  • Bagikan
Yuliana Rita Komisioner KPU Kabupaten Muna.

Oleh : Yuliana Rita (Komisioner KPU Kabupaten Muna)
Kick off pemilu telah dimulai yaitu pilcaleg, pilkada serentak dan pilpres. Pemilu merupakan agenda kolosal bangsa setiap lima tahun, menjadi instrumen utama dalam pengisian jabatan publik, sirkulasi kepimpinan nasional dan lokal. Baik dan buruknya wajah demokrasi ditentukan oleh kualitas pemilu, karena pemilu adalah wajah utama demokrasi.


Mewujudkan pemilu yang berkualitas, tidak cukup hanya dibebankan kepada penyelenggara pemilu. Oleh karena pemilu merupakan sistem utama dalam demokrasi dan menjadi agenda bersama, maka seluruh pranata demokrasi harus menjadi bagian kolosal penyelenggaraan pemilu. Misalnya, masyarakat sipil diantaranya media massa, kampus, NGO, ormas, dll, sebaiknya aktif mengambil peran untuk mensukseskan pemilu. Dalam negara demokrasi masyarakat sipil menjadi guidance pemilu, melakukan tugas-tugas mewarnai dinamika proses penyelenggaraan pemilu, membangun diskursus publik agar pemilu menjadi konsen publik dan berkualitas. Masyarakat sipil agar memastikan sistem regulasi pemilu sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi dan mengontrol penyelenggara pemilu ( KPU, Bawaslu dan DKPP) agar bekerja dengan penuh integritas dan profesionalitas tinggi.


Leveling ikhtiar penyelenggara pemilu, seharusnya tidak lagi terjebak pada rutinitas prosedur yang sangat elementary karena sistemnya sudah sedemikian baku. Jajaran penyelenggara pemilu tinggal mengotomatisasi dengan panduan tertib azas dan protokol integritas. Penyelenggara pemilu harus mampu menjawab suara arus utama publik tentang pentingnya menggeser tujuan penyelenggaraan pemilu/pilkada dari yang hanya sekedar produral semata, diharapkan menjadi lebih substantif. Walau yuridiksi dan ruang relaksasi terbatas, penyelenggara pemilu harus berikhtiar menuju pemilu substansial, misalnya memfasilitasi keterlibatan perempuan dalam panggung/jabatan publik, melakukan pendidikan politik, meningkatkan partisipasi pemilih, menzero politik uang atau politik transaksional.


Tantangan untuk membumikan pemilu substansial adalah politik kita makin liberal dan niradab. Peserta pemilu misalnya, ada beberapa hanya berorientasi pada menang atau kalah (pragmatisme kekuasan) bukan benar-salah – politik etis (mencapai hasil dengan cara benar dan bermoral). Suatu tantangan problematik, antara cita-cita idealitas penyelenggara pemilu, dengan situasi politik praktis yang sesungguhnya. Oleh sebabnya, untuk meminimalisir dampak dari politik pragmatisme tersebut, diperlukan peran aktif masyarakat sipil untuk menjaga candradimuka politik kita agar tujuannya tetap jernih pada jalur demokrasi substansial, serta berperan sebagai penyeimbang sistem ketatanegaraan kita.


*Stabilitas dan Pemilu
Pilcaleg, pilkada serentak dan pilpres, pertama kali dalam sejarah republik ini dilaksanakan secara bersamaan pada tahun 2024 nanti. Tantangan dan dinamikanya tentu saja berbeda dengan pemilu sebelumnya. Eskalasi politik akan mempengaruhi stabilitas suatu daerah bahkan nasional. Potensi gesekan antarmassa atau antaraliran politik terbuka lebar. Itu sebabnya, penyelenggara pemilu bersama stakeholder khususnya di daerah, harus menyiapkan mitigasinya sejak dini. Berdasarkan pengalaman penulis selama menjadi komisioner KPU Kab. Muna, kendatipun peserta pemilu/pilkada telah menandatangani pernyataan dan deklarasi damai, tetap saja gesekan antarpendukung masih terjadi.


Pemicunya bisa saja dari peserta pemilu atau supporternya, bahkan instabilitas pemilu/pilkada dapat diakibatkan oleh minusnya netralitas dan independensi penyelenggara pemilu. Suara kecewa publik atau peserta pemilu seringkali didasari oleh inkompetensi dan defisit integritas penyelenggara pemilu sehingga memicu gejolak dan disharmoni sosial. Pemilu dan Pilkada 2024 nanti, penyelenggara pemilu harus mawas diri, menjadi rumah demokrasi untuk semua, tidak berpihak, agar terhindar dari anasir negatif publik.


*Pemilu Berintegritas Lahirkan Legitimasi Publik
Pemilu dalam negara demokrasi, sebetulnya meniscayakan lahirnya kepemimpinan atau sirkulasi kekuasaan setiap level yang akan menjadi artikulator kepentingan rakyat. Untuk mewujudkannya, diperlukan gerak – padu dan visi bersama tentang penyelenggaraan pemilu yang berkualitas, substansial dan berintegritas. Kekuasaan yang lahir dari pemilu yang berintegritas akan mendapatkan legitimasi publik, sebaliknya kekuasaan yang lahir dari pemilu yang cacat integritas, akan melahirkan sentimen negatif publik bahkan pada titik tertentu akan terjadi delegetimasi terhadap hasil pemilu. Oleh karena itu, tanggung jawab sejarah untk menciptakan pemilu/pilkada sesuai ekspektasi publik, menjadi tanggung jawab bersama oleh penyelenggara pemilu, peserta pemilu/pilkada dan masyarakat luas. Kita semua berkewajiban memoles wajah demokrasi kita agar menjadi indah, melalui pengelenggaraan pemilu/pilkada yang berkualitas dan berintegritas.


Pemilu/pilkada pasca orde baru merupakan proses demokratisasi, seharusnya menjadi tanggung jawab bersama, kita semua harus menjadi bagiannya. Jangan sampai bangsa ini kembali ke masa lalu rezim otoritarian hanya karena kita gagal memandu proses demokratisasi melalui penyelenggaraan pemilu untuk semua. Sebagaimana diingatkan oleh founding father bangsa Bung Hatta bahwa demokrasi hanya berjalan kalau disertai rasa tanggung jawab. Tidak ada demokrasi tanpa tanggung jawab. Dan, demokrasi yang melewati batasnya dan meluap menjadi anarki akan menemui ajalnya dan digantikan sementara waktu oleh diktator. ***

  • Bagikan

Exit mobile version