Perluas Jaringan Kerja Sama, Unsultra Teken MoU dengan RS Jiwa Sultra

  • Bagikan

Direktur RS Jiwa Sultra dr Putu Agustin Kusumawati, MKes (kiri) dengan Rektor Universitas Sulawesi Tanggara Prof Dr Ir H Andi Bahrun MSc Agric (FOTO: SUMARDIN/BKK)

KENDARI, BKK- Universitas Sulawesi Tenggara (Unsultra) terus melebarkan sayap dengan memperluas jaringan kerjasama dengan para pihak. Terbaru, Unsultra melakukan Momerandum of Understanding (MoU) dengan Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).


Disebutkan, kerja sama ini terkait Tridharma Perguruan Tinggi yang mencakup pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan, pengabdian kepada masyarakat serta magang.


Disela-sela penandatangan MoU dirangkaikan dengan diskusi dengan tema” Tanggap Gangguan Mental Pasca Pemilu dan Atensi terhadap Narkoba, secara offline bertempat di Gedung WTC Unsultra dan secara virtual.


Narasumber kegiatan diskusi ini yaitu dr Indria Hafizah MBiomed SpKj (Spesialis kejiwaan), Chadidjah DSelomo SPsi MPsi (Psikolog) dan Dr La Ode Bariun SH MH (Hukum Tata Negara/Ketua Granat Sultra).


Direktur RSJ Sultra dr Putu Agustin Kusumawati dalam sambutannya mengucapkan berterimakasih dan mengapresiasi kepedulian Unsultra terhadap peluang gangguan mental pasca Pemilu dan penyalagunan narkoba.


Sekiranya ada pasien gangguan mental, RSJ Sultra telah menyiapkan ruangan bagi calon legislatif (caleg) yang depresi karena gagal dalam kontestasi Pileg 2024.


”Nantinya, mereka bisa menjalani perawatan dengan pasien lainnya maupun secara privat. Saat ini di rumah Rumah Sakit Jiwa Sultra memiliki 143 tempat tidur yang siap menampung para Caleg gagal dan mengalami depresi. Ada beberapa tipe kelas perawatan yang bisa dipilih. Kita selalu siap, ada Pemilu atau tidak, RSJ Sultra selalu siap melayani pasien,”tuturnya


“Saya maunya caleg sukses nggak ada yang sakit, nggak ada yang depresi. Kalau di sini tinggal memfasilitasi mau di ruang apa (kelas),”lanjutnya.


Sementara itu Rektor Unsultra, Prof Andi Bahrun saat membuka kegiatan mengatakan, bahwa secara statistik kejadian stres, depresi, dan sejenisnya cenderung meningkat sebelum, saat dan setelah Pemilu.


Bahkan sering kali gangguan mental ini menjadi viral bahkan ada yang sampai mengalami tindakan bunuh diri.


Saat tahun politik turut ditandai meningkatnya kehawatiran dan kecemasan banyak orang. Calon pimpinan, caleg, penyelenggara Pemilu, keluarga Caleg, dan lainnya pasti mengalami perasaan.


Khususnya menjelang digelarnya Pemilu 14 Februari 2024, yang penuh drama dan ketegangan, kecurigaan, ketidakpastian dan berbagai kehawatiran dan kecemasan sehingga bisa terjadi stress, tentu bisa stress ringan, moderat sampai stress berat.


Hal ini wajar bisa terjadi mengingat jumlah uang yang dikeluarkan dalam proses penyelenggaraan Pemilu tidak sedikit yaitu bisa mencapai puluhan juta hingga miliaran rupiah, bahkan dengan cara meminjam atau menggunakan aset pribadi.


Keadaan ini, secara psikologis berpotensi mengganggu kehidupan pribadi seseorang dan keluarga. Belum lagi jika keluarga atau sahabat gagal memberikan support, bahkan lebih parah lagi jika keluarganya atau teman ikut menekan dan atau menyalahkan si caleg yang dikhawatirkan bisa berakibat fatal.


“Kita berdoa dan berharap tidak ada lonjakan pasien yang mengalami gangguan kejiwaan pasca Pemilu nanti. Kegiatan diskusi hari antara lain bisa tersosialisasi bahwa gangguan mental seperti halnya gangguan kesehatan lainnya untuk tidak ragu dan malu untuk konsultasi atau pergi ke RSJ, karena selama ini ada stigma dimasyarakat jika sudah konsultasi ke RSJ sudah dicap gila,” ungkapnya.


Disamping itu, kegiatan ini diharapkan memberikan warning dan edukasi kepada masyarakat khususnya para Calon Pimpinan (Calpim), Caleg, Timses, penyelenggara Pemilu dan lainnya agar tips yang disampaikan narasumber bisa dijadikan bahan untuk mengelola diri dan selalu berpikir positif serta jangan terus larut dengan masalah dan kehawatiran.


Selain itu diharapkan pihak RSJ juga benar-benar siap dan mempersiapkan segala sesuai jika benar-benar banyak yang mengalami gangguan jiwa pasca Pemilu.


Lebih lanjut setelah MoU ini, tentunya berbagai implementasi kegiatan lanjutan antara Unsultra dan RSJ Sultra terkait dengan kegiatan Tridharma Perguruan Tinggi, seperti penelitian dan dukungan optimalisasi sarpras di RSJ serta kegiatan magang dan kerjasama lainnya.


Seperti diketahui bahwa Unsultra telah memiliki Gugus Tugas Pencegahan dan penanganan kekerasan seksual (PPKS) yang ketuanya adalah Dr. Hijriani, S.H., M.H, yang bertindak sebagai moderator pada kegiatan diskusi hari ini (red).


Pembentukan Gugus Tugas PPKS sendiri merupakan mandat dari Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.


“Alhamdulillah, dari hampir 300 Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) Wilayah IX, sudah ada 59 PTS yang memiliki Gugus Tugas PPKS, salah satunya Unsultra. Gugus tugas PPKS ini merupakan salah satu unit yang juga bisa bekerjasama dengan RSJ Sultra ,” pungkasnya.


Tema kegiatan juga terkait atensi terhadap Narkoba, seperti diketahui bahwa ganguan kejiwaan bisa juga disebabkan oleh penyalahgunaan Napza.


Masalah narkoba masih menjadi masalah serius yang perlu ditangani pemerintah dan semua elemen, oleh karena itu Unsultra juga tidak hanya konsen kepada gangguan jiwa pasca Pemilu, tetapi juga terkait dengan Narkoba (narkotika dan obat/bahan berbahaya).


Selain melakukan MoU dengan RSJ Sultra. Kampus “SEKSI” itu melalui Program Studi (Prodi) Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) dan Prodi Magister Hukum Unsultra melakukan Momerandum of Agreement (MoA) dengan RSJ Sultra. (din/r2)

  • Bagikan