KENDARI, BKK – KPU Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) tegaskan video yang beredar berdurasi 2 menit 46 detik, soal adanya salah satu pasangan calon gubernur (cagub) yang didiskualifikasi belum benar adanya.
Ketua KPU Provinsi Sultra Asril mengatakan, terhadap video yang beredar belum benar adanya. Seperti yang diketahui saat ini baru berlangsung sidang pertama, tentunya baru pembacaan pendahuluan yang disampaikan pihak pemohon di depan majelis.
“Jadi, belum benar adanya video yang beredar tersebut, karena saat ini baru berlangsung sidang pertama, tentunya baru pembacaan pendahuluan yang disampaikan pemohon di depan majelis,” kata Asril saat dihubungi lewat telepon genggamnya, Selasa (14/1).
Selain itu, lanjutnya, berdasarkan jadwal yang dikeluarkan KPU RI tanggal 16, pihak KPU Provinsi Sultra dijadwalkan konsultasi bersama 11 KPU kabupaten/kota yang mempunyai PHP di MK.
“Kemudian, kami berdasarkan jadwal yang dikeluarkan KPU RI tanggal 16 itu pihaknya melakukan jadwal konsultasi untuk KPU Sultra, bersama teman-teman di 11 kabupaten yang punya PHP di MK,” paparnya.
Selain itu, lanjutnya, pihaknya tengah menyiapkan jawaban bersama lauyer dengan JPN, yang membantu pihak KPU dalam hal menghadapi PHP di MK.
“Tentu kami juga sudah menyiapkan jawaban bersama-sama pihak lauyer dengan JPN yang membantu kami dalam hal menghadapi PHP yang ada di MK,” tuturnya.
Asril menerangkan, bahwa pihaknya saat ini masih berada di Jakarta, guna berkonsentrasi membuat jawaban dan seluruh alat bukti yang harus disampaikan.
“Kami sedang konsentrasi membuat jawaban tersebut dengan seluruh alat bukti yang harus disampaikan, sekaligus mendampingi rekan-rekan KPU kabupaten kota yang sementara sidang,” jelasnya.
Asril kembali menegaskan bahwa video yang tersebar tersebut merupakan bagian dari gugatan pihak penggugat yang dibacakan di MK.
“Jadi, sebenarnya video yang beredar tersebut merupakan bagian dari gugat mereka yang dibacakan di MK,” tegasnya.
Hal tersebut, lanjutnya, dikarenakan pihak penggugat menganggap adanya pemalsuan dokumen di Partai Hanura.
“Ini disebabkan karena mereka mengganggap ada pemalsuan dokumen di Partai Hanura, sehingga di dalam pencetusnya itu pernah inginkan untuk dilakukan diskualifikasi untuk nomor urut 2,” tutupnya. (m2/c/nir)