Sorume: Anyaman Emas dari Hutan Sulawesi Tenggara

  • Bagikan
Songkok yang terbuat dari Sorume. (Foto: Jendelasultra.blogspot.com)

Kendari, BKK- Di belantara hijau Sulawesi Tenggara, tumbuh sejenis anggrek liar yang tak biasa. Bukan karena bunganya, melainkan serat dari batangnya yang berkilau keemasan. Di tangan masyarakat Tolaki, anggrek ini tak sekadar tanaman, melainkan sumber karya seni tinggi bernama Sorume—kerajinan anyaman yang unik, langka, dan bernilai budaya tinggi.

Keindahan yang Tersembunyi di Balik Serat

Biasanya anyaman dibuat dari pandan, rotan, atau bambu. Tapi bagi suku Tolaki—penduduk asli jazirah Sulawesi Tenggara—bahan anyaman bisa datang dari tempat yang tak biasa: serat anggrek. Tanaman ini dalam bahasa lokal disebut Sorume, sementara nama latinnya adalah Diplocaulobium utile, sejenis anggrek tanah atau anggrek serat yang hanya tumbuh alami di kawasan ini. Sorume menjadi satu dari sedikit kerajinan di dunia yang menggunakan anggrek sebagai bahan dasar utamanya.

Serat Sorume terkenal akan teksturnya yang halus, warnanya yang kuning keemasan, dan kilaunya yang alami. Jika dirawat dengan baik, serat ini bisa bertahan selama bertahun-tahun tanpa kehilangan kelembutan maupun kekuatannya. Tak heran, setiap helai anyaman Sorume memancarkan kesan mewah dan elegan.

Dari Tikar Hingga Aksesoris Adat

Keterampilan menganyam Sorume diturunkan dari generasi ke generasi dan membutuhkan ketelitian tinggi. Bahan bakunya tidak mudah diolah, karena seratnya harus diambil dengan teknik tertentu agar tidak rusak. Motif anyamannya pun bukan sekadar hiasan, tapi menyimpan nilai budaya: dari pola flora-fauna lokal hingga simbol-simbol adat Tolaki.

Produk Sorume sangat beragam, mulai dari tas, dompet serbaguna, hingga tikar adat yang disebut Ambahi Sorume. Tikar ini biasanya digunakan sebagai alas duduk dalam acara adat, terutama sebagai alas bagi Kalo Sara—perangkat simbolik musyawarah adat. Dalam masyarakat Tolaki, memiliki benda anyaman Sorume menunjukkan prestise sosial, apalagi saat digunakan dalam upacara resmi.

Jejak Sorume dalam Sejarah

Sorume bukan hanya kerajinan tangan, ia juga bagian dari sejarah arsitektur dan kebangsawanan. Dahulu, rumah-rumah para raja diikat menggunakan tali dari serat Sorume. Ikatan ini disebut Laika Sorume, yang secara harfiah berarti “rumah yang diikat dengan anggrek serat”.

Menurut Ajemain, seorang tokoh adat Tolaki, penggunaan Sorume pada bangunan istana mencerminkan nilai spiritual karena dianggap sebagai tumbuhan para dewa, atau Sangia.

“Tanaman Sorume tidak tumbuh di tanah, tapi hidup menempel di pohon beringin besar. Dalam kepercayaan lama, itu tempat tinggal para Sangia. Maka, jika istana diikat dengan Sorume, rajanya disebut ‘Sangia’,” ujar Ajemain.

Sorume juga dulu dipakai sebagai bahan songkok (penutup kepala) yang hanya dikenakan oleh para anakia, atau bangsawan. Warna aslinya yang kuning keemasan melambangkan kejayaan dan kemuliaan—bari Sangia, warna para dewa. Tidak ada pewarna tambahan; warna alami itulah yang menjadikan anyaman Sorume begitu anggun dan eksklusif.

Dari Lembah Konaweeha Menuju Perangko Nasional

Tanaman Sorume banyak tumbuh di lembah-lembah subur, terutama sepanjang aliran Sungai Konaweeha yang mengalir dari wilayah Kolaka Timur. Karena kelimpahan tanaman ini, wilayah Kolaka dahulu dijuluki Wonua Sorume—“Negeri Anggrek”.

Keunikan Sorume sempat diabadikan dalam bentuk perangko nasional pada tahun 1997, ketika pemerintah Indonesia menerbitkan seri perangko anggrek serat Sulawesi Tenggara. Momen ini menjadi pengakuan resmi atas keindahan dan kekayaan budaya lokal yang layak diapresiasi di tingkat nasional.

Melestarikan, Bukan Sekadar Mengagumi

Namun, kemewahan Sorume tak bisa dilepaskan dari tantangan pelestariannya. Ajemain menekankan pentingnya menjaga habitat alami Sorume. Ia berharap wilayah hutan tempat anggrek ini tumbuh dapat ditetapkan sebagai kawasan konservasi khusus, bukan hanya hutan lindung biasa. Dengan begitu, generasi masa depan masih bisa menyaksikan dan melanjutkan tradisi luhur ini.

“Sorume bukan sekadar kerajinan. Ia adalah warisan pengetahuan, simbol spiritual, dan kebanggaan etnis Tolaki,” tegas Ajemain.

Sorume adalah kisah tentang bagaimana satu tanaman bisa menjelma menjadi simbol kejayaan. Ia tumbuh dari alam, dipintal oleh tangan yang terampil, dan diwariskan sebagai identitas budaya. Di zaman yang makin tergesa-gesa ini, Sorume mengajak kita melambat sejenak—menghargai yang halus, yang sederhana, dan yang bermakna. (adv)

  • Bagikan