Pemprov Sultra Dorong Peningkatan Kesejahteraan Petani

  • Bagikan

Dr La Ode Muh. Rusdin Jaya SIP MSi. (FOTO: FAYSAL/BKK)

KENDARI, BKK – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Tenggara (Sultra) melalui Dinas Tanaman Pangan dan Peternakan (Distanak) Provinsi Sultra, terus mendorong peningkatan kesejahteraan petani di Bumi Anoa.


Kepala Distanak Sultra Dr La Ode Muh. Rusdin Jaya SIP MSi mengatakan, harga beras saat ini sedang mengalami kenaikan. Namun, kata dia, kenaikan tersebut ternyata belum berimbas pada peningkatan kesejahteraan petani.


Hal ini, menurutnya, disebabkan oleh mata rantai perdagangan beras yang begitu panjang, sehingga mengakibatkan petani tidak menikmati hasil produksi beras yang dijual dengan harga tinggi.


“Kesejahteran petani bergantung dari berapa hasil bersih yang diterima petani, dibandingkan dengan harga produksinya,” terang Rusdin, Kamis (22/2).


Dikatakan, upaya Pemprov Sultra untuk berusaha mengatasi problematika kenaikan harga beras dan kesejahteraan pertani melalui Distanak Sultra adalah memaksimalkan dan meningkatkan pemberian benih padi berkualitas, pemberian pupuk, pemberian pencegahan hama, pemberian bantuan alsin, peningkatan sarana dan prasarana serta infrastruktur pertanian.


“Semua hal itu dilakukan dalam upaya meningkatkan produksi dan produktif di tingkat petani, sehingga pada akhirnya kesejahteraan petani di Sultra bisa menikmati dari tahun ke tahun,” ujarnya.


Dijelaskan, faktanya harga gabah kering giling naik, harga beras juga naik, tetapi kalau tidak mampu meng-cover biaya produksi yang dikeluarkan, maka tidak akan mampu meningkatkan kesejahteraan petani.


“Bahwa tingginya harga beras belum mampu mengangkat kesejahteraan petani, karena faktor produktivitas dan perdagangan petani. Meski harga beras yang dijual di pasar tinggi, tak akan berpengaruh signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan petani karena produktivitas petani rendah,” jelasnya.


Dia bilang, jika produktivitas dari rata-rata 4 sampai 5 ton, atau bahkan masih ada yang 3 ton, bisa didorong naik jadi 10 ton per hektare, baru berpengaruh.


“Apalagi bila luas lahan persawahan yang dimiliki petani hanya 1 sampai 3 hektare, tentu hasilnya hanya bisa menutupi biaya produksi dan pengolahan saja. Selebihnya, beras yang dihasilkan hanya untuk dikonsumsi oleh keluarga petani itu sendiri,” ungkapnya.


Rusdin menambahkan, produktivitas yang tinggi juga dapat didukung dari kualitas benih yang bagus, edukasi serta pendampingan terhadap petani untuk melakukan pengelolaan sawah yang tepat. Misalnya, sebut dia, hal yang teknis dari pertanian dalam mengantisipasi hama atau mempertahankan kesuburan.


Selain hal tersebut, polemik disparitas harga petani dengan konsumen juga sangat tinggi. Hal tersebut tidak menguntungkan kedua belah pihak, baik produsen maupun konsumen. Artinya, petani tidak menikmati keuntungan dari kenaikan harga beras yang diterima hanya seolah-olah ada kenaikan padahal tidak dinikmati apalagi di level konsumen.
“Parahnya lagi di level produsen atau petani itu sekaligus net konsumen ketika masa panen. Betapa berat beban petani kita. Jadi sebagai produsen dia tidak untung, lalu harus membeli beras yang jauh lebih mahal,” tandasnya. (r4/c/nir)

  • Bagikan